Ilustrasi pengendara antre BBM di SPBU. (Foto: Yudi Effriadi/kantorberita.co.id)
Editor: Donni Andriawan S.
KOTA BOGOR, kantorberita.co.id - Antrean panjang kendaraan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi pemandangan sehari-hari dalam beberapa hari ke belakang.
Terjadi di banyak daerah di Indonesia dan tak terkecuali di Bogor, fenomena tersebut terjadi pasca PT Pertamina menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi Pertamax dari yang sebelumnya Rp 9.000 per liter kini melonjak tajam menjadi Rp 12.500 per liternya.
Akibatnya, banyak pemilik kendaraan dari yang tadinya menggunakan Pertamax beralih membeli Pertalite yang notabene BBM bersubsidi. Imbasnya, terjadi antrean panjang pembeli di SPBU.
Bahkan, dampak dari serbuan pengguna kendaraan yang membeli Pertalite membuat BBM jenis ini pun mengalami kelangkaan di banyak SPBU. Pasokan yang terlambat datang hingga meningkatnya konsumsi Pertalite membuatnya sulit didapatkan.
Ini menjadi potret dari kesulitan yang kembali harus dirasakan masyarakat, setelah fenomena kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yang bahkan masih terus berlangsung sampai saat ini.
Langkanya ketersediaan Pertalite dan tingginya harga Pertamax ini semakin membuat masyarakat golongan bawah menjerit. Mereka terus terpuruk dan harus berjibaku memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Sayangnya, kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat ini pun sulit diimbangi dengan pendapatan dan kesejahteraannya. Pasalnya, kondisi ini bagi kaum marjinal terasa sangat berat.
Selain mencoba terus bersabar dan "berkawan" dengan kesulitan ekonomi, masyarakat kelas bawah terus berjuang keras bertahan hidup. Sekadar untuk dapat makan, menyekolahkan anak-anaknya. Tidak yang lain, yang seolah bermimpi pun mereka tidak mempunyai keberanian.
Salah satunya seperti yang diceritakan Heri. Dirinya mengaku kesulitan untuk dapat menafkahi isteri dan ketiga anaknya, mengingat profesinya yang hanyalah seorang driver ojek online (ojol).
"Kondisi ekonomi sekarang semakin kacau, semakin sulit. Semua (kebutuhan pokok) semakin mahal, semua (harganya) terus naik. Apalagi saya yang cuma jadi ojol, terasa semakin berat buat kasih nafkah keluarga," keluhnya.
Sebagai masyarakat bawah, dirinya hanya berharap agar pemerintah dapat segera memberikan solusi dan bisa membantu meringankan beban mereka.
"Nggak usahlah mesti bantuan secara materi. Tapi, paling tidak semua harga kebutuhan pokok ini kembali normal, stabil, jadi terjangkau lagi buat kami-kami ini," harap Heri.
Komentar
Posting Komentar