Catatan Redaksi: Tatkala Aksi "Jual Diri" Bacaleg Kotori Ruang Publik

(Foto: Yudha Muhtar/PenaHitam.co.id)


Penulis: Yudha Muhtar

Editor: Donni Andriawan S

Tahapan pesta demokrasi lima tahunan alias Pemilihan Umum (Pemilu) masih menyisakan waktu setidaknya hingga setahun kedepan. Namun partai politik (parpol) sudah mulai ancang-ancang bermanuver sekaligus memanaskan mesin partainya untuk menyambut "pesta" yang menelan anggaran hingga puluhan triliun rupiah itu.

Bukan saja parpol gurem dengan para kandidatnya yang mulai sibuk tebar pesona dan "menjual diri", tak terkecuali parpol besar para penguasa parlemen yang notabene sudah memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas tinggi ikut latah tebar pesona kepada rakyat yang menjadi kekuatan demokrasi sesungguhnya.

Khusus dalam hal ini, adalah mereka para bakal calon legislatif (bacaleg) mulai dari tingkat kota/kabupaten, provinsi hingga pusat, yang paling terlihat "agresif" dalam mempromosikan dirinya kepada para pemilik hak suara (rakyat).

Para calon wakil rakyat ini terlihat begitu antusias berlomba-lomba meraih simpati masyarakat melalui berbagai cara dan upaya. Dari yang sekadar memperkenalkan diri melalui alat peraga media luar ruang baik itu banner hingga papan reklame, bahkan sampai yang tiba-tiba mau turun langsung dan rajin datang ke wilayah membagikan sesuatu kepada masyarakat.

Pemandangan berupa foto-foto bacaleg pendatang baru, para petahana hingga parpol pada banner-banner yang paling santer terlihat di luar ruang. Mulai dari jalan protokol, taman-taman, persimpangan jalan hingga di sudut-sudut pelosok tak luput dari jangkauan mereka. Khususnya para pendatang baru yang sangat ingin narsis di ruang publik.

Seperti di Kota Bogor, terlebih di wilayah Bogor Selatan, sangat mudah menemui banner atau reklame bacaleg yang terpampang dengan sangat jelas dan percaya dirinya berikut foto terbaik dengan tagline masing-masing.

Namun sayangnya, apa yang telah mereka lakukan itu dengan tanpa sedikit pun memperhatikan aspek-aspek regulasi, norma maupun estetika. Pasalnya, pemasangan alat peraga itu tidak saja sudah menyalahi aturan. Tapi, turut merusak estetika kota lantaran memasang di sembarang tempat.

Tak sedikit bahkan bacaleg yang memasangnya di tempat publik yang merupakan fasilitas umum. Lebih mirisnya lagi, banyak pula yang memasangnya di pohon-pohon dengan cara memakunya yang sudah barang tentu menyakiti flora tersebut.

Alangkah eloknya bila mereka bisa menahan diri. Dan kalaupun melakukan "kampanye tersulubungnya", gunakanlah cara yang jauh lebih elegan dan dirasakan manfaatnya oleh para calon pemilihnya kelak.

Bukan justru malah sebaliknya seperti yang banyak kita lihat di luar sana. Mengotori dan merusak secara visual lantaran tertutup oleh ambisi dan kepercayaan diri semata untuk bisa melenggang duduk sebagai legislator, yang sebetulnya belum tentu juga mendapatkan mandat dari para pemilik hak suara untuk duduk manis di gedung wakil rakyat.

Berangkat dari kondisi dan fakta tersebut, perlu kesadaran dari para bacaleg untuk sesegera mungkin menurunkan seluruh "media promosinya" dari ruang publik terutama di wilayah Kota Bogor.

Pun dengan para pemangku kepentingan, perlunya aksi dan tindakan tegas kepada orang-orang yang telah merampas hak publik lantaran iklan gratis mereka yang bertebaran di banyak lokasi Kota Bogor.

Perlunya kepala daerah, pimpinan legislatif, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga masyarakat turut andil dalam pengawasan dan penertiban banner-banner yang disinyalir tak berizin itu.

Biarkanlah rakyat yang memiliki hak suara untuk menentukan pilihannya kelak. Anda para bacaleg, mohon kiranya untuk bersabar, menahan diri, gunakanlah akal sehat dan pikiran yang jernih, pertimbangkanlah aspek hukum dan estetika untuk dengan penuh kesadaran segera menurunkan atribut dari ruang-ruang publik.

Komentar